kitaran Kurup Takwim Jawa

Meskipun kalender Jawa telah beralih sistem pada zaman Sultan Agung, para ahli penanggalan masih terus mengamati ketepatan perhitungannya dengan kalender hijriyah/lunar yang berdasarkan pengamatan visual (rukyat). Kalender Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu sedangkan kalender Hijriyah memiliki 11 tahun kabisat setiap 30 tahun sehingga dalam kurun 120 tahun (15 windu) jumlah tahun Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun hijriyah ada 44 sehingga ada 1 hari setiap 120 tahun yang harus dibuang. kitaran 120 tahun ini disebut kurup.

Nama kuruptahun mulaitahun berakhirjumlah tahun1 Sura tahun Alip pada hari
Alif Jam'iyah LêgiAlif 1555Jimakir 1674120Jumat legi
Alif Kamsiyah KliwonAlif 1675Ehe 174874Kamis Kliwon
Alif Arba'iyah Wage

(Aboge)

Jimawal 1749Jimakhir 1866118Rabu Wage
Alif Selasa Pon

(Asapon)

Alif 1867J/1936MJimakir 1986120Selasa Pon[5]

Susuhunan Pakubuwana V dari Kasunanan Surakarta memutuskan untuk mengakhiri Kurup Kamis Kliwon pada tahun 1748J meskipun baru berjalan 9 windu kerana para ahli menyadari penanggalan Jawa masih tertinggal 1 hari dibandingkan kalender hijriyah sehingga tahun Ehe 1748 yang seharusnya kabisat (355 hari) dibuat hanya 354 hari. Sebagian ahli menyatakan langkah tersebut terlambat dilakukan kerana akan lebih tepat jika pergantian kurup seharusnya dilakukan pada 2 tahun sebelumnya iaitu tahun Alip 1747.[6] Konsekuensi dari keterlambatan ini maka umur kurup Arbaiyah Wage hanya 118 tahun. Namun Kasultanan Yogyakarta tidak membuat keputusan serupa sehingga penanggalan di kedua wilayah terjadi selisih selama beberapa tahun dan baru mengikuti Surakarta pada Jimakir 1794J/1865M atas perintah Sultan Hamengkubuwana VI dan menyekapati kurup tersebut akan berakhir pada tahun Jimakir 1866.[7]

Pengaruh kurup dalam peribadahan

Meskipun kedua kerajaan telah sepakat kurup Aboge berakhir pada tahun Jimakir 1866 dan berganti menjadu kurup Asapon, sebagian masyarakat yang jauh dari kraton tetap menggunakan kalender berdasarkan kurup Alip Rabu Wage (Aboge) sehingga dalam penentuan tanggal 1 Pasa (Ramadan) dan 1 Sawal (Syawal) sehingga mereka memulai puasa dan Idul Fitri terlambat sehari dibanding masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi pada beberapa komunitas kecil di Banyumas, Purbalingga, Cilacap[8] dan Probolinggo[9] yang menyebut dirinya Islam Aboge.[8] Kurangnya kesadaran terhadap perubahan kurup Aboge menjadi Asapon pada tahun Alif 1867J/1936M diduga disebabkan oleh memudarnya pengaruh kraton pada masyarakat Jawa yang jauh dari lingkungan kraton pada masa itu.[10]

Rujukan

WikiPedia: Takwim Jawa http://www.babadbali.com/pewarigaan/kalender-jawa.... http://www.bausastra.com/other/e/ http://www.ipgp.fr/~beaudu/matlab.html#weton http://books.google.co.id/books?id=wx8sAAAAYAAJ&dq... https://nasional.tempo.co/read/887455/baru-hari-in... https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4577470... https://sains.kompas.com/read/2014/11/06/20363101/... https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/kamus-dan... https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/pawukon-d... https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/pawukon-d...